3/17/2023

Semarak Tradisi Dugderan, Budaya Menyambut Bulan Ramadhan di Semarang

Tahukah teman- teman dengan tradisi Dugderan? Yap, biasanya tradisi ini dimeriahkan pada saat menjelang bulan Ramadhan di Kota Semarang. Sejarahnya, tradisi Dugderan ini sudah ada pada masa Bupati KRMT Purbaningrat pada tahun 1881. Pada masa itu, tepat sehari menjelang Ramadhan, bedug di Masjid Besar Kauman dipukul diikuti dengan penyulutan meriam di halaman pendapa kabupaten di Kanjengan.

Nah, suara bedug yang berbunyi "dug" dan meriam yang berbunyi "der" inilah yang menjadi cikal bakal nama Dugderan. Alun- alun Masjid Agung Kauman yang menjadi sentral pelaksanaan tradisi Dugderan pun menjadi tempat berkumpul masyarakat sembari memperhatikan pengumuman penentuan awal bulan puasa yang diberikan oleh Kanjeng Bupati dan Imam Masjid Besar. 

Warak Ngendhog
Sumber : https://visitjawatengah.jatengprov.go.id


Tradisi Dugderan memuat tiga acara yaitu pasar Dugderan, prosesi ritual pengumuman awal puasa dan kirab budaya Warak Ngendhog. Warak Ngendhog merupakan hewan mitologi dengan bentuk perpaduan antara naga, buraq dan kambing. Warak Ngendhog berwujud hewan yang berkepala naga, berbadan buraq dan berkaki kambing. Warak Ngendhog juga menyimbolkan percampuran tiga budaya yaitu budaya China, Arab dan Jawa. 

Secara bahasa Warak Ngendhog berasal dari bahasa arab yaitu kata Wara yang berarti suci, sementara Ngendhog berasal dari bahasa jawa yang berarti bertelur. Sehingga makna dari Warak Ngendhog sendiri secara makna adalah siapapun yang menjaga kesucian di bulan Ramadhan akan mendapatkan pahala di akhir yaitu pada hari Raya Lebaran.

Di Kota Semarang, tradisi Dugderan biasanya dimeriahkan dengan prosesi kirab Dugderan yang dimeriahkan oleh tarian Warak Ngendhog. Pengumuman bulan Ramadhan sendiri biasanya dilakukan oleh walikota yang memerankan Kanjeng Bupati Raden Mas Tumenggung Arya Purbaningrat sebagai Adipati pada waktu itu. 

arak arakan Dugderan
Sumber : https://visitjawatengah.jatengprov.go.i


Peran Bupati kemudian melakukan prosesi penyerahan Suhuf Halaqoh yaitu dari alim Ulama Masjid Agung Kauman Semarang kepada Bupati untuk dibacakan pengumumannya. Pembacaan pengumuman datangnya bulan suci Ramadhan tersebut akan diikuti oleh pemukulan bedug serta suara petasan meriam. 

Biasanya setelah prosesi pembacaan, peran Kanjeng Bupati Raden Mas Tumenggung Arya Purbaningrat akan membagikan kue khas Semarang, Ganjel Rel dan air Khataman Alquran yang dimaknai sebagai kerelaan untuk meninggalkan hal-hal yang mengganjal ketika memasuki bulan Ramadhan dan membuat hati menjadi bersih dengan meminum air Khataman Al Quran.

Tidak sampai disitu, prosesi masih akan berlanjut dengan penyerahan Suhuf Halaqoh dari walikota yang berperan sebagai Kanjeng Bupati Raden Mas Tumenggung Arya Purbaningrat kepada Gubernur Jawa Tengah selaku Kanjeng Tumenggung Raden Mas Haryo Purbo Hadi Kusumo. Gubernur akan menyampaikan kepada warga bahwa bulan Ramadhan telah tiba dan diikuti tradisi pukul Bedug Mangunsari di Masjid Agung Jawa Tengah. 

Selain mempertahankan budaya, tradisi Dugderan memiliki makna yang penting yaitu terjalinnya kerukunan antarmasyarakat dan keberlangsungan fungsi agama dalam masyarakat. 

Kira- kira kalau menjelang Ramadhan, tradisi apa yang ada di daerahmu? Tuliskan di kolom komentar ya?

Salam budaya.

No comments:

Post a Comment