3/01/2023

Mengenal Kebijakan- Kebijakan Gubernur Jenderal Daendels di Indonesia pada Abad ke-19

Teman- teman, tahukan kalian bahwa pada awal abad ke 19, terjadi berbagai rentetan peristiwa di bumi Indonesia. Yap benar, pada masa itu Indonesia masih berada di bawah cengekraman imperialisme dan kolonialisme dari kaum penjajah. Diawali dengan perserikatan dagang Belanda, dikenal dengan VOC pada akhir abad ke-18 yang mengeruk sumber daya Indonesia untuk keuntungan mereka. Hal itu mengakibatkan rakyat semakin menderita dengan berbagai kebijakan- kebijakan VOC  yang dinilai sangat merugikan kaum pribumi. Kemudian kebangkrutan VOC yang diakibatkan oleh beberapa sebab seperti korupsi dan kehidupan yang mewah para pegawainya. 

Photo by David Iskander on Unsplash

Tulisan lengkap tentang kebangkrutan VOC dapat kalian baca melalui artikel sebelumnya dalam sejarah VOC: Latar Belakang, Hak dan Wewenang serta penyebab kemundurannya. 



Setelah kebangkrutan VOC yang memaksa dibubarkannya organisasi tersebut, ternyata ada rangkaian peristiwa lain yang terjadi, yaitu polemik  Hindia Belanda dan Republik Bataaf oleh Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels dengan kebijakan- kebijakannya yang merugikan dan menyengsarakan rakyat Indonesia. 

Pendudukan Hindia Belanda, Republik Bataaf dan Inggris di Indonesia
Pada awal tahun 1795, pasukan Prancis menyerbu Belanda. Raja Willem V kemudian melarikan diri ke Inggris. Akhirnya Belanda pun dikuasai Prancis  dan  terbentuklah Republik Bataaf (1795-1806) yang merupakan bagian dari Prancis. Kebijakan- kebijakan Republik Bataaf yang digunakan untuk mengatur pemerintahan di Hindia masih terpengaruh oleh Prancis. Republik Bataaf kemudian mengutus Herman Williem Daendels dan Jan Willem Janssen (1811) untuk menjadi Gubernur Jenderal di Indonesia.

Kebijakan Pemerintah Herman Williem Daendels
Herman Willem Daendels sebagai Gubernur Jenderal memerintah di Nusantara pada tahun 1808-1811 dengan tugas utama mempertahankan Jawa agar tidak dikuasai oleh Inggris. Selain memperkuat pertahanan, Deandels juga harus memperbaiki administrasi pemerintahan, memperbaiki kehidupan sosial ekonomi di Nusantara khususnya di tanah Jawa. 

Deandels merupakan seorang patriot yang berpandangan liberal yang ideologinya banyak dipengaruhi oleh ajaran Revolusi Perancis. Ia selalu menggebu dalam hal kemerdekaan, persamaan dan
persaudaraan sehingga dalam praktinya ia ingin memberantas praktik-praktik yang dinilai feodalistik yang mengakar dalam budaya Indonesia. Hal ini dimaksudkan
agar masyarakat lebih dinamis dan produktif untuk kepentingan Republik Bataaf dan mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan sekaligus membatasi hak-hak para bupati yang terkait dengan penguasaan atas tanah dan penggunaan tenaga rakyat. Dalam tugasnya Daendels melakukan beberapa langkah strategis, terutama menyangkut bidang pertahanan-keamanan, administrasi pemerintahan, dan sosial ekonomi

Bidang Pertahanan dan Keamanan 
Untuk mempertahankan Jawa dari serangan Inggris, Daendels melakukan langkah-langkah:
(a) membangun benteng-benteng pertahanan baru
(b) membangun pangkalan angkatan laut di Anyer dan Ujungkulon
(c) merekrut orang- orang pribumi untuk meningkatkan jumlah tentara
(d) membangun jalan raya dari Anyer, Provinsi Banten sampai Panarukan ujung timur Pulau Jawa sepanjang kurang lebih 1.100 km. 

Pada pembangunan jalan raya maupun pangkalan militer, Daendels mengerahkan rakyat untuk kerja rodi yang membuat rakyat  menjadi semakin menderita, dan bahkan  menyebabkan banyak rakyat yang menjadi korban.

Bidang Politik dan Pemerintahan
Daendels juga melakukan berbagai perubahan di bidang pemerintahan dengan cara melakukan campur tangan dan perubahan dalam tata cara dan adat istiadat di kerajaan-kerajaan di Jawa. Sebagai contoh Daendels tidak mau menjalani seremoni yang biasa dilakukan di lingkungan keraton misalnya menolak tata krama saat bertemu raja dengan memberi hormat, memakai payung emas, melepas topi, dan juga posisi tempat duduk yang harus lebih rendah dari raja yang dilakukan oleh para pejabat VOC sebelumnya. Ia harus pakai payung emas, duduk di kursi sama tinggi dengan raja, dan tidak perlu membuka topi. Sunan Pakubuwana IV dari Kasunanan Surakarta terpaksa menerima, tetapi Sultan Hamengkubuwana II menolaknya. Penolakan Hamengkubuwana II terhadap kebijakan Daendels menyebabkan terjadinya perseteruan antara kedua belah pihak yang menjadikan benih-benih nasionalisme tumbuh di lingkungan Kasultanan Yogyakarta.

Daendels berhasil mempengaruhi Mangkunegara II untuk membentuk pasukan “Legiun Mangkunegara” dengan kekuatan 1.150 orang prajurit untuk memperkuat kedudukannya di Jawa. Pasukan ini dibentuk untuk membantu pasukan Deandels apabila terjadi perang sewaktu-waktu. untuk membantu pasukan Daendels apabila terjadi perang. Selain itu Daendels juga mulai melakukan intervensi terhadap pemerintahan di Kasunanan Surakarta dan juga Kasultanan Yogyakarta.

Berikut beberapa tindakan Daendels untuk memperkuat kedudukannya di Nusantara :

(a) membatasi kekuasaan raja-raja di Nusantara secara ketat
(b) menerapkan pemerintahan secara sentralistik yang kuat dengan membagi  Pulau Jawa menjadi 23 wilayah besar (hoofdafdeeling) atau keresidenan (residentie). Tiap karesidenan dapat dibagi menjadi beberapa kabupaten (regentschap). Adapun Karesidenan yang dibagi Deandels meliputi :
1.  Tegal
2.  Bagelen
3.  Banyumas
4.  Cirebon
5.  Priangan
6.  Karawang
7.  Buitenzorg (Bogor)
8.  Banten
9.  Batavia (Jakarta)
10. Surakarta
12. Banyuwangi
13. Besuki
14. Pasuruan
15. Kediri
16. Surabaya
17. Rembang
18. Madiun
19. Pacitan
20. Jepara
21. Semarang
11.  Yogyakarta
22. Kedu
23. Pekalongan  

(c) berdasarkan Dekrit 18 Agustus 1808, Daendels juga telah merombak Provinsi Jawa Pantai Timur Laut menjadi 5  prefektur atau wilayah yang memiliki otoritas dan 38 kabupaten. Akibat kebijakan ini, Kerajaan Banten dan Cirebon dihapuskan dan daerahnya dinyatakan sebagai wilayah pemerintahan kolonial
(d) bupati sebagai penguasa tradisional diubah kedudukannya menjadi pegawai pemerintah kolonial yang digaji. Namun demikian para bupati masih memiliki hak-hak feodal tertentu.

Bidang Peradilan
Daendels melakukan perbaikan di bidang peradilanUntuk memperlancar jalannya pemerintahan dan mengatur ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat. 
(a) Daendels membentuk tiga jenis peradilan yaitu 
(1) peradilan untuk orang Eropa
(2) peradilan untuk orang-orang Timur Asing
(3) peradilan untuk orang-orang pribumi yang dibentuk di setiap prefektur, misalnya di Batavia, Surabaya, dan Semarang
(b) peraturan untuk pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu terhadap siapa saja termasuk orang-orang Eropa, dan Timur Asing.

Bidang Sosial Ekonomi
Ditugaskannya Daendels sebagai Gubernur Jenderal juga diberikan mandat untuk memperbaiki keadaan di Tanah Hindia disamping mengumpulkan dana untuk pembiayaan perang. Daendels pun melakukan berbagai kebijakan kolonial dalam bidang sosial dan ekonomi yang dapat memberikan keuntungan bagi pemerintah diantaranya :
  • Melakukan penggabungan banyak daerah ke dalam wilayah pemerintahan kolonial dengan cara memaksakan berbagai perjanjian dengan penguasa Surakarta dan Yogyakarta
  • Meningkatkan pendapatan uang dengan cara pemungutan pajak dan penjualan tanah kepada pihak swasta
  • Melakukan peningkatan penanaman tanaman yang hasilnya laku di pasaran dunia
  • Mewajibkan rakyat menyerahkan hasil pertaniannya
  • Melakukan penjualan tanah-tanah kepada pihak swasta

Akan tetapi Deandels dinilai gagal dalam menjalankan misinya mempertahankan Pulau Jawa dari Inggris selama tiga tahun memerintah di Hindia Belanda. Beberapa program yang dijalankannya pun dianggap merugikan pemerintah karena praktik korupsi yang makin menjadi. Pada akhirnya ia dipanggil untuk kembali ke negaranya dan digantikan Gubernur Jenderal Jan Willem Janssen.

Itulah Kebijakan Pemerintah Herman Williem Daendels dalam Berbagai Bidang, Pertahanan dan Keamanan, Politik dan Pemerintahan, Peradilan, serta Sosial Ekonomi yang hampir semuanya dinilai gagal oleh pemerintah Republik Bataaf. 

Semoga Bermanfaat.

No comments:

Post a Comment